Nama Ditambah Gelar
Nama merupakan bagian dari
kehidupan didunia, mulai dari masyarakat komunal primitif sampai pada peradaban
sekarang,
Setiap yang lahir dimuka bumi
sudah tersedia nama buatnya dan menjadi bagian dari kehidupan yang dijalaninya
dan nama tersubut akan menjadi bagian dari jati diri mahkluk hidup. Tidak
terkecuali binatang dari segi bentuk dan jenisnya sudah menandakan nama dari
binatang tersebut seperti Ayam berkaki dua, mempunyai sayap dan berkotek. Dll.
Jika binatang tersebut mempunyai
tuan tentunya tuan tersebut memberikan nama yang sesuai dengan keinginan
tuannya, misal secara lahir binatang tersebut adalah Kucing dan tuan tersebut
memberi nama Simanis dengan harapan apabila kucing ini besar akan menjadi
kucing yang penurut dan lucu sesuai dengan nama yang diberikan. Maka telah terselip harapan tuan dalam pemberian
nama untuk sikucing.
Bila kita lihat manusia dalam memberikan nama pada keturunannya tentunya
dalam mencari kata untuk nama tersebut mempunyai harapan dan do’a yang menjadi
bagian dalam kadar nama tersebut dan menjadi sebuah kepastian bahwa nama yang
akan diberikan kepada sang anak tidak akan menjadi Antonim kata bahkan Sinonim
kata kelak mereka dewasa nanti. Tidak menjadi bahan anekdot dingin dalam
keseharian sang anak. Maka nama yang diberikan kepada manusia secara garis
besar berbeda dengan binatang, dalam mencari kata tidak asal dan harus memiliki
makna filosofis yang tinggi karena didalamnya sudah terselip semua ungkapan
kasih dan sayang.
Apabila nanti ditemui sindirian atas
nama tersebut tentunya akan menjadi polemik buat anak tersebut, makanya dari
awal sebelum terlahirnya sibuah hati dimuka bumi telah dicari nama yang menjadi
bagian curahan keinginan manusia untuk keturunannya.
Begitu juga dalam pemberian gelar
yang mendampingi gelar tersebut, ada gelar yang didapat dalam jalur pendidikan
formal ditempuh dalam waktu yang tak singkat dan apabila gelar tersebut dipakai
pada orang yang tidak menempuh jalur tersebut tentunya menjadi perkara di ranah
yang berbeda. Ada
juga gelar yang diberikan kepada kekurangan seseorang ataupun karena
kelebihannya, tentu dalam penyebutan gelar tersebut harus disepakati oleh yang menerima gelar. Jika mereka tidak setuju
tentunya sikap perlawanan muncul saat gelar disebutkan dan menjadi pertikaian
pada kedua pihak bahkan bisa berkembang pada kelompok. Tapi seandainya yang
diberi gelar setuju tentunya akan menerima saat gelar itu dipanggilkan padanya.
Berbeda dengan gelar Adat
tentunya orang yang menyandang merupakan panutan dalam lingkungannya, menjadi
arahan dalam masyarakat dan menjadi pimpinan dalam berdemokrasi. Tidak semua
yang lahir langsung menerima simbol kebesaran tersebut. Gelar adat merupak
kebesaran yang telah dibentuk dan dibakukan pada masanya dan tidak untuk
dipermainkan atau digantikan kata, diberi antonim, sinonim, atau mengubah arti
kata dalam gelar tersebut.
Gelar adat dalam arti kata
mempunyai pengaruh dalam nuansa demokarasi, dalam bahasa maknanya jauh dari
penyebutannya dan harus diteliti dan dipahami sebelum latah untuk menulis dan
mengungkapkannya.
Jangan karena gelar tersebut aneh
dalam bahasa dijadikan alur cerita dalam tertawa, karena dasar filosofis dan
nilai- nilai luhur gelar itu sudah ada saat dibentuk dan artinya bersandingkan
dengan nilai – nilai luhur yang ada pada masyarakat adat dan merupakan bagian demokarasi
dari masa leluhur sampai sekarang dan itulah wajah kita sendiri.
Jika nama dan gelar adat telah
disandingkan menandakan kebesaran bagi yang menyandangnya dan merupakan tokoh
dalam masyarakat yang tak bisa dipisahkan dalam hidup berdemokrasi.
Jika seandainya diantara kita
mengganti atau mencemoohkan nama atau gelar tersebut berarti kita meludahi
wajah sendiri..! dan jika hal tersebut terjadi siapa yang disalahkan..?
Seorang Pekerja media
( sudah bertahun, tidak ingat kapan paragraf ini terangkai )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar