KicauJiwa

KicauJiwa

TENTANG AKU DAN BAGIANKU 2




UNTUK SIAPA DAN KEMANA
JIWAKU BERLAYAR MENCARI TAHTA KERINDUAN


Jiwa telah lelah berjalan, mencari sesuatu perasaan yang bias dijadikan tambatan perahu untuk pelepas dahaga, tapi dermaga tak kunjung tampak dan mercusuar tak mau melihatkan senyumnya. Entah sang jiwa terlalu angkuh menutupi hasratnya atau perasaan yang tak sanggup menepis keinginannya.

Semuanya mencoba untuk menutupi luka dan hasrat, semuanya terkurung dalam hati yang tak mampu mengungkapkan cerita……… tentang semua, ya! Tentang semua cerita yang ingin diraih oleh sang nahkoda. Layer dan kemudi tak mampu mengarahkan awan gelap kesudut yang jauh.

Apalagi yang harus diharapakan dari angina saat ia lelah membelai dinding kapal, apalagi yang diharapkan dari langit saat ia lelah memberikan petunjuk pada sang nahkoda. Mataharipun tak mampu memberikan senyumnya yang khas dipagi hari saat semua terbuai dalam mimpi.

Tolong!................................... jiwa menjerit dengan seluruh kemampuannya, hati berteriak sambil mencari sesuatu yang bias dijadikan arah. Apakah aku angkuh saat ini menilai semuanya dengan kebaikan, seakan membuat semuanya sirna dengan seketika.

Bulan hanya padamu sku mengadu saat nahkodaku bingung mencari jalan dan cahaya, bintang hanya padamu aku menangis kerena ketidakmampuan hati menjerit. Kumbang hanya padamu aku mohon petunjuk arah.

Bulan kutitpkan hasrat dan rasaku sampai semuanya mungkn untuk kuraih, bintang berilah aku kemampuan untuk bermimpi tebtang semua cerita yang ingin kucari, kumbang bawalah aku terbang bersama kerinduan dan cinta………………. Bawalah aku terbang ke surga yang paling indah, disana semua kerinduan akan Nya terobati.

Sering aku mendengar nyanyian bunga diranting kerinduan, dan sering kali kusaksikan tarian kupu-kupu ditaman kedamaian, pernah aku ikut dalam cerita kasih saying sepasang merpati. Tapi semuanya itu membuat aku tambah bermimpi, membuat nadiku berdetak tak wajar dn membuat aku tak mampu berlayar.

Apakah pantas aku bicara besar disamping kecil?. Apakah bia aku memohon pada hati (ungkapkan) disamping diri menepis rasa? (keraguan bernyanyi dijiwa). Saat ini aku merasa lebih munafik pada nahkodaku dan saat ini aku merasa kecil pada debu yang selama ini tak dihiraukan.

Aku kembali melihakt bayangan kerinduan seolah ia tak mau menghilang dalam kalbu. Seakan ia berkata, kohon keluarkan aku berilah aku setetes embun cinta ang inginku gores pada kebimbangan jiwamu!. Berjuta pertanyaan muncul kerenanya, berjuta senyum sinis terhembus saat itu.

Apakah itu sebenarnya yang ingin kuraih, apakah itu syair tentang kerindunan yang selama ini ingin kugapai…?. Hati tertawa saat sebagian tubuh berkata bukan, saat bayanganku menari sedih ingin rasanya kubertanya lagi pada rembulan, apakah pantas aku menggapai bintangmu?, apakah pantas aku terbang dengan kumbangmu ke surga yang paling indah?. Bulan hanya tersenyum seolah-olah mengetahui makna yang lain dihati ini.

Aku tak sanggup bertanya lagi padamu, karena senyummu telah memberikan jawaban yang tidak bisa kuraih jawaban yang tidak bisa kumengerti. Dan aku merasa tidak punya hak lagi bertanya padamu.

Seluruh bagaianku berkata ini apa. Mengapa, dan karena apa, karena dari tadi aku berkata dari bagian yang tak kumengerti dari bagian yang susah terbang bersama sang hayal. Seluruh nadiku goncang saat Penyair muncul dari imanku dan membacakan syairnya tentang kehidupan…………………………
“bawalah sangkar emas pada lubuk hayalmu yang dalam, dan singgahlah pada tahta sayang. Berilah kecupan mesra bunda pada seluruh tarikan nafasmu, terbang dan teruslah terbang dengan sayap sutra mencari puncak tertinggi didalam jiwamu, dan bisikan pada lentera kerinduan bahwa aku akan mengecupnya”

Aku sekarang mulai mengerti dan memahami bahwa aku hanya tetesan kecil dari kasih sayang rembulan, aku hanya goresan harapan kasih dari pecinta abadi kerinduan yang selama ini terbekukan oleh dinding kebimbangan.

Mentari sudah melihatkan kebesarannya, sang pujangga pagi sudah melantunkan nyanyiannya,  angin sudah memeperlihatkan tarian merdu dalam bahasa kasih meliuk kesana kemari bercengkraman dengan daun, embun, dan penghuni rasa kasih dan sayang.

Saatnya aku mulai mengukir dengan tinta kerinduan diatas kapalku yang sedang brkayar sambil kusuruh nahkodaku untuk pulang, karena aku sudah bias terbang sendiri tanpa bantuannya, karena aku sudah bias mencari arah dan cahaya sendiri.

Kemana dan dimana itulah tujuanku. Siapa dan mengapa itulah jawabanku. Layer kapalku sudah tertiup pengharapan padanya jelas dan sangat jelas bayangannya dikalbuku, sudah ku ukir keindahannya dijiwa dan hatiku. Sudah kupahat aromanya disendi pengharapanku.

Jauh sudah ku berlayar jenuh tak kunjung dating, putus asa tak berani hinggap ada jiwa, hanya kepercayaan pada pecinta abadi kerinduan bersinar disangkar harapanku. Mungkin karena aku sudah mengecup mesra lentera kerinduan dan aku sudah menyebar kasih sanyang bunda diseluruh langkahku. Kepercayaan sudah kupupuk dengan rasa suka dan perasaan cinta.

Aku sudah melihat dermaga dan kulihat juga mercusua tersenyum padaku, tapi masih jauh.

Jauhkah lagi?........................
Kapan aku bias merapat, mungkin hanya untuk singgah untuk memenuhi kebutuhan awakku dan berlayar kembali atau yang aku cari sudah berada dan menantiku Disana…………………..?

Jauhkah lagi aku berlayar……………….?

Apakah ia disana menantiku…………….?


6 Februari 2004
Paniang//syahh


1 komentar: